7 Prinsip Manajemen Mutu

Pada dasarnya semua organisasi memiliki pelanggan yang menerima produk atau jasa yang dihasilkan. Apakah itu organisasi laba, non-laba, swasta maupun pemerintah, pasti ada yang akan menerima atau merasakan hasil yang dikeluarkannya.

Untuk organisasi yang berorientasi laba, yaiu perusahaan-perusahaan besar maupun kecil, tentu mengharapkan banyak pelanggan yang membeli produk atau jasanya. Salah satu caranya adalah mengusahakan agar pelanggan-pelanggan mereka tetap beli dari mereka dan tidak pindah ke pesaing mereka. Hal ini bisa terjadi bila para pelanggan mereka puas dengan mutu produk atau jasanya. Mutu tidak bisa dihasilkan secara sembarangan. Perusahaan tersebut perlu menghasilkan mutu produk yang tetap konsisten sepanjang waktu sehingga tidak mengecewakan pelanggannya.

Untuk memastikan agar mutu produk tetap konsisten, maka pada akhirnya diperlukan sebuah sistem manajemen yang berorientasi kepada mutu hingga muncullah apa yang disebut sistem manajemen mutu. Agar sistem manajemen mutu berjalan dengan efektif, maka dibutuhkan prinsip-prinsip sebagai panduan keefektivitasan menjalankan sistem manajemen mutu di perusahaan.

Selama lebih dari 20 tahun, beberapa tokoh mutu dunia berhasil menyusun berbagai prinsip yang tampaknya mewakili faktor-faktor yang menentukan keberhasilan perusahaan dalam menjaga mutunya. Dari berbagai prinsip tersebut, terbentuklah 8 Prinsip Manajemen Mutu yang juga menjadi landasan Standar Internasional ISO 9001 versi 2000 dan 2008. Kemudian semenjak keluarnya draft ISO 9001 versi 2015, Prinsip Manajemen Mutu tersebut menjadi 7 Prinsip.

Ada baiknya kita mengetahui 7 Prinsip Manajemen Mutu tersebut dan mulai mengimplementasikannya di perusahaan kita.

    1. Fokus pada Pelanggan (Customer Focus)

    Prinsip ini mengatakan bahwa semua perusahaan bergantung ada pelanggannya, oleh karena itu harus memahami kebutuhan-kebutuhan para pelanggan mereka baik yang sekarang atau masa depan, memenuhi persyaratan-persyaratan dari pelanggan mereka, dan terus berusaha untuk melebihi harapan mereka.

    1. Kepemimpinan (Leadership)

    Di Perusahaan, para pemimpinnyalah yang bertugas membangun kesatuan tujuan dan arah Perusahaan. Oleh karena itu mereka harus menciptakan dan mempertahankan lingkungan kerja yang membuat tiap orang di dalamnya terlibat secara penuh dalam mencapai berbagai target-target perusahaan dalam menghasilkan produk dan jasa yang bermutu.

    1. Keterlibatan Semua Orang (Engagement of People)

    Orang-orang di semua level dan tingkatan di dalam perusahaan dipandang sebagai sumber daya yang sangat penting sehingga mereka perlu dilibatkan secara penuh sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal kepada perusahaan.

    1. Pendekatan Proses (Process Approach)

    Sasaran dan target perusahaan diyakini dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien ketika semua sumber daya dan kegiatan di dalamnya dikelola sebagai berbagai proses yang saling berinteraksi dan berkaitan, yang diarahkan untuk mencapai sasaran dan tujuan yang sama.

    1. Perbaikan dan Penyempurnaan (Improvement)

    Kebutuhan dan keinginan pelanggan terus meningkat. Apa yang dianggap sebagai mutu yang luar biasa hari ini, besok atau lusa mungkin dipandang sebagai mutu yang standar saja. Untuk itu perusahaan tidak gampang puas, dan perlu melakukan perbaikan dan penyempurnaan secara terus menerus, baik itu terhadap kinerjanya maupun terhadap mutu produk dan jasa yang dihasilkan.

    1. Pengambilan Keputusan berdasarkan Fakta dan Bukti (Evidence-based Decision Making)

    Prinsip ini menekankan agar para pengambil keputusan di dalam perusahaan menggunakan fakta, bukti, dan informasi yang obyektif sebagai dasarnya sehingga memberikan hasil yang efektif dan bisa dipertanggungjawabkan.

    1. Manajemen Hubungan Baik (Relationship Management)

    Perusahaan tidak mungkin berjalan sendiri. Mereka tentunya berinteraksi dan bergantung pada banyak pihak, diantaranya adalah pemasok, pelanggan, masyarakat, pemerintah, dan lain-lain. Bahkan hubungan yang terjadi adalah saling membutuhkan. Untuk itu amatlah penting agar perusahaan mampu mengelola hubungan dengan berbagai pihak tersebut dalam bentuk yang saling menguntungkan sehingga tiap pihak akan merasakan nilai yang positif dan berjangka panjang.

7 Prinsip Manajemen Mutu di atas adalah panduan yang sangat bernilai untuk memberikan keyakinan bahwa perusahaan mampu memberikan mutu produk dan jasanya yang konsisten kepada para pelanggannya, yang pada akhirnya meningkatkan kepuasan pelanggan. Karena bersifat panduan, maka tiap perusahaan bisa dengan lebih fleksibel menerapkannya, disesuaikan dengan sumber daya dan kemampuan perusahaan tersebut.

Tidak perlu langsung semuanya sekaligus. Hal yang penting adalah mulai menerapkannya secara bertahap dan dengan cara itu maka perusahaan akan merasakan manfaatnya.

Fokus dalam Kepemimpinan

FocusBaru-baru ini Saya selesai membaca sebuah buku berjudul “Focus – The Hidden Driver of Excellence”. Buku terbaru dari Daniel Goleman, seorang psikolog yang terkenal dengan bukunya berjudul ”Emotional Intelligence”. Ada banyak hal baru yang saya dapatnya dari buku terbarunya tersebut, dan saya ingin menuliskan salah satunya yang terkait dengan kepemimpinan.

Menurut Daniel, “fokus” menjadi sangat penting dalam kehidupan pribadi dan profesional kita di jaman sekarang ini. Begitu banyak hal yang bisa megganggu atensi kita terhadap hal-hal yang menjadi prioritas, sehingga kesadaran tentang “fokus” menjadi patut untuk diperhatikan. Fokus sangat utama dalam apa pun yang kita lakukan. Semakin baik kita memusatkan perhatian kita pada suatu hal, semakin baik hasil yang kita dapatkan. Hal ini pun berlaku dalam bidang kepemimpinan.

Lebih jauh lagi, Daniel memperkenalkan tiga jenis fokus. Saya akan menjelaskan secara singkat masing-masing tipe tersebut, terutamanya yang terkait dengan kepemimpinan kita sebagai seorang pemilik bisnis atau pemimpin di suatu perusahaan.

Tipe fokus yang pertama adalah Inner Focus, yaitu maksudnya adalah kesadaran diri dan manajemen diri – misalnya seberapa besar kita bisa selaras dengan nilai-nilai diri kita, atau seberapa jauh kita bisa mengenal kekuatan dan batasan diri kita. Dengan adanya “inner focus” yang baik, kita jadi memiliki rasa percaya diri yang realistis dan kita juga mampu mengatasi emosi-emosi negatif sehingga mereka tidak mengganggu dalam menjalankan fungsi kita sebagai seorang pemimpin.  Kita bisa memastikan agar emosi positif kita tetap memotivasi kita dalam mengejar sasaran dan impian kita, dan juga pulih dari bermacam kegagalan. Bila kita selaras dengan nilai-nilai diri, kita akan mudah menentukan prioritas dan mengambil keputusan dengan penuh keyakinan kapan pun kita membutuhkannya.

Other focusmerupakan tipe fokus kedua, yang menjabarkan seberapa baik kita bisa selaras dengan orang lain. Empati kita memungkinkan kita memahami bagaimana orang mempersepsikan suatu kejadian, memahami perasaan mereka, sehingga kita sebagai seorang pemimpin bisa paham juga apa yang kita perlu lakukan untuk membantu mereka mencapai yang terbaik dari diri mereka. Kita bisa menselaraskan apa yang menurut team kita penting terhadap apa yang perusahaan atau bisnis utamakan. Kita bisa menggerakan team kita dengan lebih baik karena kita paham apa yang menjadi “motivation driver” team kita.

Selain kedua tipe fokus di atas, ada yang namanya Outer focus. Tipe fokus ini berkaitan dengan seberapa baik kita dapat merasakan sistem yang lebih besar dari diri kita dan bisnis kita, apa pun yang menjadi bagian dari dunia dimana kita berada. Contohnya adalah dinamika organisasi, misal opini siapa yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan. Contoh lainnya adalah bagaimana kekuatan ekonomi atau teknologi baru dapat memutarbalikkan kondisi pasar dan isu-isu lingkungan yang mempengaruhi bagaimana proses-proses yang bisnis kita lakukan harus menghasilkan emisi berkadar karbon rendah, dan lain-lain. Dengan adanya “outer focus”, kita sebagai seorang pemimpin mampu memformulasikan berbagai strategi bisnis yang dapat mengantisipasi dan memenangkan apa pun yang akan terjadi di luar sana, dan sebagainya.

Pada akhirnya menurut Daniel, kita dapat melatih fokus kita. Konsentrasi seperti halnya otot tubuh kita. Ada berbagai tipe olah raga pikiran yang akan memperbaiki daya fokus kita.

Visi dan Misi – Apa Pentingnya sih?

Pada periode menjelang akhir tahun seperti sekarang ini (Desember 2014), banyak organisasi dan perusahaan yang meninjau kembali perencanaan strategis mereka. Berbagai hal pun mereka kaji ulang; apa yang perusahaan sudah hasilkan? Apa yang tidak tercapai? Mengapa? Dan seterusnya. Ada enam elemen inti yang menentukan keberhasilan pencapaian dari sebuah perencanaan strategis, yaitu:

  1. Visi (Vision)
  2. Misi (Mission)
  3. Nilai-nilai Inti Perusahaan (Corporate Values)
  4. Bidang-bidang Strategis yang akan Difokuskan (Strategic Areas to Focus on)
  5. Sasaran-sasaran Strategis (Strategic Goals)
  6. Rencana-rencana Tindakan (Action Plans)

Dalam tulisan kali ini, saya ingin memfokuskan pada Visi dan Misi Perusahaan. Terutama untuk menjelaskan mengapa membuat dan memiliki Visi dan Misi begitu penting bagi Perusahaan dan Pemilik Bisnis.

 Berdasarkan pengalaman saya dalam memberikan pendampingan bisnis, banyak pemilik bisnis yang tidak terlalu memandang penting Visi dan Misi bisnisnya. Memang, profit dan arus kas adalah hal-hal yang diutamakan dalam menjalankan bisnis, dan seringkali mereka tidak menyadari bahwa ternyata Visi dan Misi bisnisnya merupakan elemen penting yang mendukung kesuksesan mereka dalam berbisnis. Padahal, subah banyak penelitian yang menunjukan bahwa berbagai perusahaan yang memiliki Pernyataan Visi dan Misi yang jelas dan selaras dengan perencanaan strategis bisnis mereka memiliki kinerja yang jauh lebih tinggi daripada peruahaan-perusahaan yang tidak memilikinya.

Jadi mengapa memiliki Visi dan Misi begitu penting?

Satu fakta penting adalah: Anda sebagai Pemilik Bisnis adalah Pemimpin (Leader) utama dari peruahaan Anda. Seorang Pemimpin atau Leader memilki banyak peran dan tanggung jawab untuk mencapai sukses. Pernyataan Visi dan Misi akan menjadi media penting bagi seorang Pemimpin.

Berikut beberapa peran Pernyataan Visi dan Misi yang membantu keberhasilan Anda sebagai seorang Pemimpin:

  1. Sebagai sarana mengkomunikasikan gambaran dan harapan Anda di masa depan yang menarik bagi team dan orang lain untuk bergabung dan mengikutinya.
  2. Mendorong team Anda untuk fokus pada apa yang penting dalam bekerja.
  3. Menselaraskan sumber daya di seluruh organisasi Anda.
  4. Memperkuat budaya kerja dengan cara memberikan rasa kesatuan tujuan.
  5. Menyempurnakan mutu berbagai proses pengambilan keputusan karena terdapatkan kejelasakan akan “gambaran besar”.
  6. Meningkatkan hubungan lintas fungsional di organisasi Anda karena adanya pemahaman bersama untuk mencapai prioritas bisnis.

Terlepas dari berbagai peran di atas, masih banyak Pemilik Bisnis yang belum memandang penting untuk menyusun Visi dan Misi. Banyak alasan yang mereka kemukakan, di antaranya adalah :

  1. Menghabiskan banyak waktu untuk menyusunnya.
  2. Tidak akan pernah mencapai kesepakatan Visi dan Misi yang seperti apa yang diinginkan.
  3. Semua orang yang bekerja sudah paham apa yang mereka harus lakukan, jadi untuk apa Visi dan Misi?
  4. Sasaran organisasi sudah ditetapkan, jadi Visi dan Misi sudah tidak dibutuhkan.
  5. Visi dan Misi tidak menjamin keuntungan perusahaan.
  6. Visi dan Misi terlalu mengawang-awang, sulit dipahami dan tidak praktis.

Menurut pendapat saya pribadi, seluruh alasan di atas tidak ada yang bisa mengalahkan keuntungan yang akan didapat ketika telah memiliki Pernyataan Visi dan Misi yang ditulis dengan benar. Bila sebuah organisasi tidak bisa mendefinisikan alasan dan tujuan keberadaannya (Visi) serta identitas dan perannya (Misi), bagaimana dia dapat menselaraskan orang-orang, proses, produk, dan jasanya untuk mencapai keberhasilan di masa depan?

Dengan tidak memiliki Visi dan Misi yang jelas akan membatasi peluang organisasi untuk sukses, dan juga akan melemahkan karyawan yang datang untuk bekerja setiap hari. Jika Anda ingin karyawan Anda terlibat dan produktif, Anda harus memastikan bahwa mereka tahu bagaimana pekerjaan mereka memberikan kontribusi pada Visi dan Misi perusahaan Anda

Pada akhirnya, tidak pernah ada kata terlambat bagi Anda untuk menetapkan Visi dan Misi Perusahaan Anda. Setelah itu, jangan lupa untuk menginternalisasikannya ke dalam budaya kerja di tempat Anda melalui komunikasi yang jelas dan konsisten, mulai dari level teratas hingga ke bawah.

Enam Strategi Pemasaran yang Cocok untuk Bisnis Jasa Profesional

Mungkin belum banyak yang memahami bahwa ternyata memasarkan bisnis jasa profesional tidak sama dengan memasarkan bisnis yang menghasilkan barang. Barang itu bisa disentuh, berwujud, bisa dilihat, bahkan ada yang bisa dirasakan sebelum kita memutuskan untuk membelinya. Jasa itu tidak berwujud. Kita tidak bisa mengetahui mutunya sebelum kita membelinya, apakah kita akan menyukainya, atau apakah jasa tersebut akan mampu memberikan solusi yang efektif terhadap permasalahan yang kita hadapi.

Oleh karena itu, ketika kita memutuskan untuk membeli sebuah bentuk jasa untuk pertama kalinya, kita harus mengandalkan pada penilaian kita sendiri tentang orang atau perusahaan yang akan memberikan jasa tersebut. Namun bila kita sudah mengenal orangnya atau mempercayainya maka kemungkinan semakin besar kita akan membeli jasanya.

Berikut adalah enam strategi pemasaran yang kami anggap cocok untuk bisnis jasa profesional. Keenam strategi ini kami urutkan dari yang paling efektif (nomor satu) hingga ke yang paling kurang efektif (nomor enam):

  1. Menghubungi secara Langsung dan Tindak Lanjut

Menghubungi secara langsung dalam hal ini berarti membuat kontak secara langsung kepada calon klien kita. Hal ini bisa dilakukan secara tatap muka, melalui telepon, surat, e-mail, sms, atau secara online. Setelah sudah melakukan kontak pertama, perlu dilakukan tindak lanjut agar hubungan kita dengan mereka menjadi lebih kuat dan mereka menjadi lebih mengenal kita. Ini adalah strategi yang paling efektif untuk memasarkan jasa profesional kita.

  1. Networking dan Membangun Referensi

Networking adalah mengumpulkan nama-nama yang kita bisa manfaatkan untuk menjadi klien, referral, mendapatkan informasi, dan lain-lain. Kita juga bisa mendapatkan orang yang bisa mereferensikan kita dengan nama-nama tersebut yang berkaitan dengan pasar yang menjadi sasaran kita.

  1. Berbicara di depan Umum

Kita akan cenderung mudah diingat bila kita pernah berdiri di depan mereka dan berbicara mengenai suatu topik. Dan dengan berbicara di depan umum mengenai topic yang kita kuasai, kredibilitas kita di mata mereka pun semakin kuat.

  1. Menulis

Menulis artikel maupun blog berkaitan dengan keahlian kita merupakan cara yang tepat untuk dikenali banyak orang dan memperoleh kredibilitas.

  1. Kegiatan-kegiatan Promosi

Berbagai kegiatan promosi seperti mengikuti pameran, menjadi sponsor, dan lainnya, bisa mendekatkan kita pada banyak calon klien. Namun kita juga perlu memperhatikan faktor biaya yang kita perlu keluarkan.

  1. Iklan

Ini adalah cara yang paling kurang efektif untuk memasarkan jasa profesional kita. Namun demikian, terkadang juga berhasil terutama iklan dalam bentuk website atau media sosial.

Secara umum, keefetitvitasan di atas mungkin akan dipengaruhi oleh kondisi, kemampuan, maupun keinginan kita. Misalnya, seorang psikolog merasa tidak cocok untuk menggunakan strategi menghubungi calon klien dia secara langsung dan melakukan tindak lanjut, sehingga dia lebih memilih untuk menggunakan strategi networking atau membangun referral.

Untuk itu, silahkan pilih salah satu dari strategi di atas, kemudian pikirkan beberapa taktik yang kita bisa gunakan, dan jangan menyerah untuk melakukan eksperimen untuk memasarkan jasa profesional kita.

Passion dalam Bekerja

Beberapa kali saya menerima klien yang sudah mencapai posisi tinggi, yaitu setingkat Direktur, bahkan Direktur Utama, di perusahaannya. Dari mereka, banyak cerita dan pelajaran yang saya bisa tuliskan di sini. Salah satu hal yang paling penting untuk kita amati adalah mereka biasanya memilki masalah dengan semangat bekerjanya.

Misal salah seorang klien saya yang juga sudah sekitar setahun dipromosi ke posisi selevel Direktur. Beliau suatu ketika menemui saya dan menceritakan masalahnya. “Coach, saya kok seperti kehilangan passion saya dalam bekerja ya? Ritme kerja saya tidak seperti dulu lagi ketika saya masih di level Penyelia atau Manajer. Setelah setahun ini menjabat saya rasanya masuk ke comfort zone, atau saya merasa seperti bukan diri saya lagi. Ada apa ya dengan diri saya?” Hmm, menarik bukan? Bukankah bila seseorang sudah semakin naik posisinya dia akan tambah semangat dalam bekerja, karena dia mendapat penghasilan yang lebih banyak? Ternyata tidak juga, seperti kasus klien saya ini.

Nah, dalam proses saya memberikan pendampingan (coaching) kepada beliau, saya menggunakan konsep yang disebut “Neuro-logical Level”. Saya memang sering menggunakan pendekatan ini bila menemui kasus yang serupa, terkait dengan passion, dan yang semacam ini. Model ini memudahkan kita dalam memahami apa yang membuat seseorang “tick”, baik itu dalam konteks pekerjaan, bisnis, rumah tangga, kesehatan, dll. Saya tidak akan menjelaskan secara detil mengenai konsep yang diperkenalkan oleh Robert Dilts dan Todd Epstein ini, karena kita dengan mudah mendapatkan artikel-artikel terkait melalui search engine di internet. Dan saya juga telah menjelaskan beberapa levelnya pada artikel saya sebelumnya, yaitu yang berjudul Tentang Kompetensi.

Dalam tulisan ini, saya ingin fokus pada dua level saja yang mempengaruhi passion seseorang dalam suatu konteks, yaitu level Identity dan level Spiritual.

 

Pada level Spiritual, kita bicara mengenai visi (life purpose), yaitu dunia yang seperti apa yang kita dambakan, dan apa kontribusi kita terhadap dunia. Dunia dalam hal ini bisa berarti masyarakat, bangsa, keluarga, orang sekitar, dll. Apa bila kita telah menemukan visi hidup kita ini adalah penggerak yang paling kuat karena kita telah menemukan alasan untuk apa kita hidup.

Level Identity adalah mengenai misi hidup kita, jati diri kita, atau siapakah kita dalam rangka kita menjalani visi (life purpose) kita. Kita adalah orang yang seperti apa, definisi apa yang kita berikan terhadap diri kita. Peran atau role apa yang kita jalankan dalam hidup.

Kembali kepada kasus klien saya. Beliau saya gali pada level Identity. “Dalam konteks jabatan/posisi Anda sekarang, siapakah Anda? Peran apa yang Anda jalankan?” Seperti dugaan saya, beliau agak kesulitan dalam menjawab. Justru yang paling cepat beliau katakan adalah level Identity dalam konteks yang berbeda. Beliau mendefinisikan dirinya sebagai “seorang ibu dan istri bagi keluarga dan suaminya”. Dan beliau masih kesulitan dalam mendefinisikan dirinya dalam konteks pekerjaan.

Ketika saya gali pada level Spiritual, kembali beliau menemukan kesulitan untuk mendefinisikannya. Yang paling sering beliau ucapkan adalah “menjadi orang yang baik dan berguna”. Pernyataan ini masih sangat luas dan masih dalam level Identity, bukan Spiritual.

Saya pun menjelaskan kepada beliau mengenai keterkaitan antara level Identity dan Spiritual beliau dengan passion. Mengapa selama ini dia merasa kehilangan passion-nya, karena ada ketidakselarasan antara level Identity dan Spiritual-nya. Untuk itu, beliau perlu menemukan keselarasan tersebut, dan setelah itu masih perlu untuk menselarasakannya dengan berbagai perilakunya dalam konteksnya sebagai seorang Direktur sebuah perusahaan.

Membutuhkan beberapa sesi pendampingan (coaching) untuk memfasilitasi beliau dalam menemukan kembali passion-nya, yaitu menselaraskan level Identity dan Spiritual-nya dalam konteks pekerjaan. Dan ketia beliau sudah betul-betul menemukan keselarasan itu, secara otomatis dia pun menemukan lagi ritme kerja yang dia rindukan.

3 Cara Mengurangi Cash Gap

Di salah satu sesi business transformation, salah satu peserta menceritakan “kegalauan”nya terkait dengan situasi bisnis yang dia tengah hadapi saat ini. Dia mengeluh bahwa problem utama dalam bisnisnya adalah tidak cukupnya cash yang dihasilkan. Hampir tiap bulan dia perlu memikirkan cara bagaimana agar bisa menutup pengeluaran bulanan yang tidak bisa dipenuhi oleh pendapatannya.

Ketika saya menggali permasalahannya itu, akhirnya ditemukan bahwa dia harus membayar kepada pemasok bahan bakunya seminggu setelah barangnya itu dia terima, namun dia harus menunggu sebulan untuk menerima pembayaran dari pelanggannya semenjak produknya diterima oleh mereka. Oleh karena hal ini, dia mengalami apa yang biasa disebut cash gap, yaitu terjadinya rentang waktu yang dimulai dari waktu pembayaran inventory yang dibeli dari pemasok hingga waktu saat penerimaan pembayaran inventory tersebut dari pelanggan. Inventory ini bermula dari bahan baku yang diterima hingga barang jadinya yang dikirim ke pelanggan tersebut.

Untuk kasus seperti ini, hanya ada tiga cara yang kita bisa lakukan, yang kesemuanya bertujuan untuk mempersempit cash gap yang ada, sehingga cash flow tdak berdarah-darah, yaitu :

  1. Meningkatkan Periode Pembayaran ke Pemasok. Maksudnya adalah bagaimana caranya agar kita bisa mendapatkan persetujuan untuk mendapatkan keringanan waktu pembayaran ke pemasok kita dalam rentang waktu yang lebih panjang. Yang tadinya seminggu mungkin bisa jadi dua minggu. Yang tadinya dua minggu mungkin bisa jadi sebulan atau 30 hari, dll.
  2. Mengurangi Periode Pembayaran dari Pelanggan. Sebaliknya, usaha kita untuk bisa mendapatkan persetujuan agar kita dibayar lebih cepat oleh pelanggan kita pun akan dapat mengurangi cash gap Misalkan yang tadinya baru dibayar 90 hari setelah produk kita kirim, sekarang menjadi 30 hari. Atau dari 30 hari menjadi 15 hari, dan seterusnya.
  3. Meningkatkan inventory. Artinya adalah kita melakukan usaha agar proses perputaran inventory mulai dari penerimaan barang baku, proses produksi, barang jadi, hingga pengiriman, menjadi lebih cepat. Bila inventory semakin cepat dikirim tentunya kita pun bisa semakin cepat melakukan penagihan ke pelanggan.

Dari ketiga cara utama di atas, saya pun meminta dia untuk melakukan brainstorm lebih detil, strategi-strategi apa spesifiknya yang dia bisa lakukan untuk tiap cara di atas. Untunglah, setelah beberapa menit kami berdiskusi lebih jauh, dia akhirnya menemukan 5 strategi yang dia bisa terapkan sepulangnya dia dari sesi business transformation ini.

Mengetahui Values Seseorang

Pada tulisan terdahulu yang berjudul Tentang Kompetensi, telah dijelaskan salah satu software dalam diri manusia adalah values (nilai-nilai diri). Values adalah hal-hal yang dianggap penting oleh seseorang. Karena seseorang menganggap penting suatu hal, maka tentunya dia akan melakukan segalanya, baik itu yang dia sadari atau yang dia tak sadari, untuk memenuhi values tersebut. Dengan kata lain, values menjadi pendorong motivasi dalam dirinya untuk melakukan suatu kegiatan atau perilaku tertentu.

Terkadang kita salah sangka, bila seseorang tidak melakukan sesuatu karena dia tidak memiliki ketrampilan atau kemampuan untuk melakukannya, atau bahkan kita biasa melabelnya sebagai pemalas. Padahal, besar kemungkinannya bahwa karena dia tidak memiliki values yang sesuai untuk memotivasinya untuk bergerak.

Lalu, apa contohnya values itu? Biasanya values berbentuk sebuah kata benda yang abstrak, misalnya pelayanan, kemakmuran, fleksibilitas, kesetiaan, kerjasama, dll. Beragam values tersembunyi di tiap perilaku atau aktivitas yang dilakukan manusia. Values juga digunakan untuk mengambil keputusan manusia. Ketika seseorang mengatakan bahwa hal yang penting bagi hidupnya adalah misal melukis, bermain musik, menulis, berorganisasi, dll, itu masih belum disebut values. Biasanya hal itu disebut passion seseorang. Sebuah passion akan terdiri dari berbagai values yang terkandung di dalamnya yang membuat seseorang terdorong dan termotivasi kuat dalam sebagian hidupnya.

Bagaimana cara mengetahui values seseorang? Ada berbagai teknik yang kita bisa lakukan untuk mengetahuinya. Yang paling mudah adalah dengan bertanya, “apa yang penting dari…(sebut perilaku, passion, atau impian seseorang). Bila dia masih menjawab dalam bentuk perilaku atau alasan-alasan, terus tanyakan lagi, “apa yang penting dari itu?” “apa yang Anda dapatkan dari semua itu?” “Apa yang Anda kejar?”, “Nilai-nilai apa yang Anda ingin tegakan dengan melakukan itu?” dll. Pastikan dia akhirnya menjawab dalam bentuk kata benda abstrak.

Kita juga bisa mengetahui values seseorang dari pembicaraannya tentang suatu hal. Perhatikan bagaimana intonasinya ketika menyebutkan kata-kata tertentu, atau mungkin dia sering mengulanginya, dan perhatikan juga ekspresi wajahnya atau gerakan tangan/tubuhnya saat dia mengucapkannya. Untuk lebih memastikan, Anda bisa bertanya. “Oh, jadi kesetiaan penting buat Anda?” Bila dia mengkonfirmasinya jelas itu merupakan salah satu values-nya.

Values terdapat di berbagai konteks dalam hidup seseorang. Misalkan apa yang kita anggap penting dalam konteks pekerjaan mungkin berbeda dengan dalam konteks berkeluarga, kesehatan, pengembangan diri, bermasyarakat, dan seterusnya. Sehingga jelaslah mengapa seseorang begitu tegas dan gigih dalam memimpin perusahaannya, namun lembut dan penyayang bila bersama keluarganya. Semua itu karena beroperasi jenis values yang berbeda-beda dalam berbagai konteks yang berbeda.

Tentang Kompetensi

Di dalam dunia bisnis, kinerja karyawan merupakan salah satu faktor penting untuk memastikan kesuksesan bisnis tersebut. Dan, tentunya setiap atasan atau pemilik bisnis menginginkan untuk memiliki karyawan-karyawan yang terbaik di bisnis mereka. Bila kita menyebut kata “terbaik” dalam konteks bisnis, kita seringkali berpedoman dengan istilah kompetensi, atau apakah sesorang kompeten atau tidak dalam pekerjaannya.Lalu, apakah yang dimaksud dengan kompetensi? Dan, orang yang seperti apakah yang bisa disebut kompeten dalam pekerjaannya?

Biasanya kita berpedoman dari hasil-hasil yang seseorang lakukan dalam pekerjannya selama ini. Bila dia memberikan hasil yang baik atau memuaskan ekspektasi kita, maka kita pun menyebutnya kompeten. Atau, apakah dia sudah memiliki keahlian atau pengalaman yang sesuai dengan yang kita butuhkan. Bila ya, maka kita menyimpulkan dia kompeten dalam pekerjaan yang kita sediakan untuknya.

Nah, sudah banyak ahli atau literature yang mendefinisikan istilah kompetensi. Kami tidak akan menjabarkan definisi-definisi tersebut di sini, karena kita dengan mudah menemukannya di internet menggunakan search engine yang kita biasa gunakan. Namun kalau bisa kami simpulkan, kompetensi didefinisikan sebagai berbagai perangkat yang ada di seseorang agar dia bisa melakukan pekerjaannya dengan unggul. Sayangnya, banyak praktisi bisnis mempersempit makna “perangkat” tersebut hanya sebagai keahlian, pengalaman, kemampuan, atau pengetahuan yang dimiliki seseorang, bahkan ada yang memasukan prestasi di dalamnya.

Lalu, apa yang terjadi bila seorang karyawan yang sudah dianggap memiliki keahlian, kemampuan, pengalaman, pengetahuan, bahkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaannya, namun ternyata dia tidak juga memberikan hasil atau prestasi yang kita harapkan?

Menurut kami, kompetensi bukan hanya itu. Masih banyak hal lainnya yang perlu kita ketahui dari seseorang yang kita sebut sebagai kompetensi. Intinya, kompetensi seseorang banyak yang melihatnya hanya dari sisi brain saja.

Tahukah Anda bahwa seseorang tidak hanya ditentukan dari sisi brain (kepandaian) saja? Kami ingin menjelaskan bahwa istilah “perangkat” dalam definisi kompetensi di atas dari pendekatan yang berbeda, namun bukan bertentangan dengan istilah keahlian, kemampuan, pengalaman, atau pengetahuan yang sudah sering digunakan.

Mari kita istilahkan bahwa dalam diri manusia ada beberapa level software yang tertanam jauh di bawah sadarnya. Berbagai software inilah yang mengendalikan bagaimana dan apa yang tiap manusia pikirkan, bagaimana mereka mengambil keputusan, dan tentu saja pada akhirnya yang akan menentukan perilaku-perilaku apa saja yang dia kerjakan, termasuk dalam pekerjaannya. Beberapa jenis software sudah disebut di atas, yaitu keahlian, pengalaman, kemampuan, dan pengetahuan. Software lainnya dijelaskan berikut ini.

Softaware selanjutnya adalah beliefs (keyakinan). Software ini berisi berbagai hal yang diyakini seseorang sebagai kebenaran. Apa yang diyakini seorang karyawan tentang pekerjaannya, peruahaannya, tanggung jawabnya, dan lain-lain akan membentuk beliefs system dalam dirinya. Beliefs seseorang terbentuk dari berbagai pengalaman yang dia dapatkan sepanjang hidupnya, apakah itu pengalaman dari orang tua, guru, teman, masyarakat, dan lain-lain.

Beliefs system kemudian akan memebentuk software yang disebut values (nilai-nilai diri). Values adalah hal-hal yang dianggap penting oleh seseorang. Karena seseorang menganggap penting suatu hal, maka tentunya dia akan melakukan segalanya, baik itu yang dia sadari atau yang dia tak sadari, untuk memenuhi values tersebut. Apa yang dia anggap penting dalam hidupnya akan mempengaruhi dia dalam menjalani pekerjaannya juga.

Beliefs system dan values yang ada di diri seseorang akan menentukan identity atau jati diri dia dalam hidupnya. Apa yang dia yakini terhadap dirinya, apa yang penting bagi dirinya, semua itu akan membentuk citra dirinya sebagai seseorang yang seperti apa.

Keseluruhan softwares di atas saling mempengaruhi dan menentukan bagaimana seseorang berpikir, beremosi, dan mengambil keputusan di seluruh aspek kehidupannya, yang pada akhirnya kepada perilaku-perilakunya. Berbagai perilaku seorang karyawan di tempat kerja, misalnya, akan menentukan hasil kerjanya. Jadi, hasil kerja bukan hanya ditentukan dari perilakunya saja, tapi dari berbagai softwares yang tertanam di dalam dirinya.

Kembali tentang kompetensi, maka sekarang lebih jelas bahwa kompetensi seseorang bukan hanya cukup dilihat dari keahlian, pengalaman, ketrampilan, dan pengetahuan saja, namun juga perlu mengetahui beliefs system, values, dan jati diri dia, apakah semuanya itu selaras dengan fungsi dia dalam pekerjaanya. Selain dari apa yang semuanya sudah dijabarkan di atas, pengaruh lingkungan juga penting agar keselarasan seluruh softwares  di atas bisa maksimal. Maka tugas manajemen adalah menyediakan kondisi lingkungan yang paling relevan kepada seluruh karyawannya agar mereka bisa memaksimalkan berbagai softwares yang mereka miliki untuk memberikan hasil kerja yang memuaskan.

9 Cara Membangun Rasa Saling Percaya kepada Prospek dan Klien Anda

Sekarang kita sudah memahami berbagai manfaat penting dalam membangun rasa percaya kepada prospek atau klien kita. Berikutnya mungkin kita ingin tahu, cara apa sajakah yang kita bisa lakukan untuk membangun rasa percaya yang positif, tulus, dan menguntungkan bagi kedua belah pihak? Penjabaran di bawah akan memberitahu kita secara singkat dan padat :

  1. Mengajukan Pertanyaan yang Bagus. Maksud dari pertanyaan yang bagus adalah jenis pertanyaan yang tidak hanya menyanyakan informasi sekedarnya, namun untuk menggali lebih dalam lagi. Informasi tersebut bukan hanya bermanfaat untuk kita, namun juga membuat prospek atau klien kita menyadarinya. Pertanyaan yang bagus akan melakukan paling tidak tiga hal penting. Pertama, pertanyaan tersebut menunjukan bahwa kita peduli dan ingin mengetahui apa yang penting bagi prospek atau klien kita. Kedua, Pertanyaan tersebut akan memberikan jawaban apakah kita benar-benar bisa menyediakan solusi untuk mereka, Ketiga, dengan menjawab pertanyaan seperti itu akan membuat mereka menjadi jelas apa yang sebetulnya mereka inginkan.
  2. Banyak Mendengar. Biasanya kita terlalu bersemangat untuk bicara dan mempresentasikan apa yang kita miliki kepada prospek atau pun klien. Padahal akan lebih banyak kepercayaan yang kita dapat bila kita lebih banyak mendengarkan. Ajukanlah pertanyaan yang bagus, dan dengarkanlah jawaban mereka. Betul-betul dengarkan untuk memahami apa yang mereka utarakan.
  3. Berkata Jujur. Artinya adalah kita tidak menyimpan informasi yang prospek atau klien perlu ketahui, bahkan bila mereka tidak menyukainya. Bila kita ucapkan dengan cara yang tepat kita bisa mengatakan apa pun yang kita perlu katakan kepada pihak yang berhak mendengarnya. Semua bergantung pada kata-kata yang kita pilih dan cara kita menyampaikannya.
  4. Fokus pada Harapan dan Keinginan Mereka. Ini adalah cara yang sederhana dalam membangun rasa percaya. Kita perlu membiasakan diri untuk membicarakan tentang apa yang mereka harapkan atau inginkan dari kita. Cari tahu kebutuhan mereka dan sesuaikan bagaimana bisnis kita bisa membantu dan memenuhi karapan dan keinginan mereka.
  5. Sampaikan Nilai yang Kita bisa Berikan dengan Percaya Diri. Kuncinya adalah sampaikan dengan percaya diri dan jelas. Pastikan kita bisa menyampaikan paling tidak empat hal berikut inii: Pertama, apa yang kita lakukan di bisnis kita. Kedua, bagaimana kita melakukannya. Ketiga, kepada siapa kita melakukannya. Keempat, apa yang membedakan kita dengan yang lain.
  6. Jangan terlalu Berasumsi. Tahukah bahwa rata-rata hanya 10% dari apa yang kita fikirkan dan komunikasikan adalah fakta, dan 90%-nya adalah imajinasi atau asumsi saja? Maka tentulah kebanyakan apa yang kita pikirkan dan katakan belum tentu benar. Solusinya adalah dengan selalu memverifikasi. Misalkan bila seorang klien atau prospek mengatakan sesuatu yang belum kita pahami dengan jelas, tanyakan ke mereka. Sesekali kita ulangi apa yang mereka telah katakan sehingga mereka bisa mengkoreksi bila ada kekeliruan. Tunjukan bahwa kita betul-betul ingin mendapatkan informasi yang jelas dari mereka.
  7. Sesuaikan dengan Gaya Komunikasi Mereka. Manusia cenderung merasa nyaman dengan orang yang berkomunikasi dengan cara yang serupa dengan mereka. Orang yang gayanya langsung ke pokok pembicaraan akan lebih percaya pada orang yang juga seperti dia. Dia akan tidak dengan mudah menyukai orang yang gaya bicaranya bertele-tele, misalnya. Begitu pula sebaliknya, orang yang terbiasa bicara dengan gaya tidak langsung akan tidak nyaman dengan orang yang langsung ke pokok permasalahan. Untuk itu, kita perlu lebih fleksibel dalam gaya komunikasi kita. Perluaslah kemampuan komunikasi kita hingga bisa mensesuaikan dengan gaya komunikasi prospek dan klien kita.
  8. Tingkatkan Pengetahuan dan Keahlian Kita. Tentunya kita perlu menguasai apa yang menjadi produk atau jasa dalam bisnis kita. Namun, pastikan kita bisa menjelaskannya, terutama hal-hal yang rumit dari produk atau jasa kita, dengan cara yang paling mudah dipahami prospek atau klien kita. Hindari jargon atau istilah yang tidak mereka pahami.
  9. Jangan Lari dari Masalah yang Mungkin Terjadi. Bila terjadi masalah dan prospek atau klien ada mengajukan keluhan, pastikan kita tidak defensif atau menghindar. Atasilah masalah tersebut dengan baik dan pastikan mereka mendapatkan solusinya.

Rasa saling percaya bukanlah hal yang mudah dan tidak dapat dibangun dengan cepat, namun kita perlu melakukannya. Bila kita melakukan paling tidak 9 cara di atas, kemungkinan besar hubungan antara kita dan prospek atau klien kita akan terbina dengan lebih baik.

7 Manfaat Membangun Rasa Saling Percaya kepada Prospek dan Klien Anda

Setiap hubungan antar manusia selayaknya diawali dengan saling percaya dan nyaman, begitu pula dengan hubungan antara seorang Coach dan kliennya, ataupun seorang Pemilik Usaha dengan prospeknya. Apabila seorang klien atau prospek merasa nyaman dan percaya tentu komunikasi akan berjalan dengan lebih lancar.

Berikut beberapa manfaat yang kita dapatkan bila kita berhasil membangun rasa percaya dan rasa aman kepada klien atau pun prospek kita :

  1. Mempermudah menemui prospek. Apabila seorang prospek sudah merasa nyaman dengan kita, dia akan lebih mudah mengijinkan kita untuk menemuinya secara langsung.
  2. Mengijinkan kita mengajukan pertanyaan lebih dalam. Apakah itu seorang prospek ataupun klien, mereka akan lebih terbuka terhadap berbagai pertanyaan kita yang lebih mendalam ketika kita sudah membangun rasa percaya dan nyaman sejak awal.
  3. Memperlancar proses penjualan yang kita terapkan. Dengan adanya rasa saling percaya, seorang prospek akan mengijinkan kita untuk melakukan tahapan penjualan kepada dia.
  4. Membuat klien atau prospek menerima saran dan rekomendasi kita. Dengan adanya rasa percaya, seorang prospek atau klien akan lebih meyakini saran dan rekomendasi kita sehingga hamper tidak terjadi adanya penolakan yang berarti.
  5. Prospek menjadi setuju untuk menjadi klien kita. Pada akhirnya, kita pun akan menjadi lebih mudah merubah prospek menjadi klien kita.
  6. Memperpanjang hubungan bisnis. Ketika kita mampu menjaga kepercayaan klien sepanjang hubungan bisnis kita, kemungkinan besar dia akan setuju untuk tetap mempertahankannya dan menjadi setia kepada kita.
  7. Menghasilkan referral. Dan ketika klien sudah meyakini kualitas bisnis kita dan terus mempercayainya, mereka tidak akan ragu untuk memberikan nama-nama kenalannya untuk bisa berbisnis dengan kita juga.

Pada intinya, dengan adanya rasa saling percaya dan nyaman, siklus bisnis ataupun penjualan dengan klien kita akan terus berputar dan berkembang.

Lalu hal apa saja yang bisa membangun rasa percaya? Silahkan baca di tulisan berikut tentang Cara Membangun Rasa Percaya.

Business Coaching Firm